Sabtu, 22 September 2012

1000 Burung Kertas

"Ayumi dan Akio adalah sepasang kekasih yang serasi walaupun keduanya berasal dari keluarga yang jauh berbeda latar belakangnya. Keluarga Ayumi berasal dari keluarga kaya raya dan serba berkecukupan,sedangkan keluarga Akio hanyalah keluarga seorang petani miskin yang menggantungkan kehidupannya pada tanah sewaan.

Dalam kehidupan mereka berdua, Akio sangat mencintai kekasihnya. Dia telah melipat 1000 buah burung kertas untuk Ayumi dan Ayumi kemudian menggantungkan burung-burung kertas tersebut di kamarnya. Dalam tiap burung kertas tersebut Akio telah menuliskan harapannya kepada Ayumi. Banyak sekali harapan yang telah Akio ungkapkan kepada Ayumi. “Semoga kita selalu saling mengasihi satu sama lain”, ”Semoga Tuhan melindungi Ayumi dari bahaya”,”Semoga kita mendapatkan kehidupan yang bahagia”, dsb. Semua harapan itu telah disimbolkan dalam burung kertas yang diberikan kepada Ayumi. **


Suatu hari Akio melipat burung kertasnya yang ke 1001. Burung itu dilipat dengan kertas transparan sehingga kelihatan sangat berbeda dengan burung-burung kertas yang lain. Ketika memberikan burung kertas ini, Akio berkata kepada Ayumi :
“Ayumi, ini burung kertasku yang ke 1001. Dalam burung kertas ini aku mengharapkan adanya kejujuran dan keterbukaan antara aku dan kamu. Aku akan segera melamarmu dan kita akan segera menikah. Semoga kita dapat mencintai sampai kita menjadi kakek nenek dan sampai Tuhan memanggil kita berdua !“



Saat mendengar Akio berkata demikian, menangislah Ayumi. Ia berkata kepada Akio :
“Akio, senang sekali aku mendengar semua itu, tetapi aku sekarang telah memutuskan untuk tidak menikah denganmu. Kamu terlalu miskin, sungguh aku tidak berani membayangkan
bagaimana kehidupan kita setelah menikah..!! ”

Saat mendengar itu Akio pun bak disambar geledek. Ia kemudian mulai marah kepada Ayumi. Ia mengatai Ayumi matre, orang tak berperasaan, kejam, dan sebagainya. Dan Akhirnya Akio meninggalkan Ayumi menangis seorang diri.

Akio mulai terbakar semangatnya. Ia pun bertekad dalam dirinya bahwa ia harus sukses dan hidup berhasil. Sikap Ayumi dijadikannya cambuk untuk maju dan maju. Dalam Sebulan usaha Akio menunjukkan hasilnya. Ia diangkat menjadi kepala cabang di mana ia bekerja dan dalam setahun ia telah diangkat menjadi manajer sebuah perusahaan yang bonafide dan tak lama kemudian ia mempunyai 50% saham dari perusahaan itu. Sekarang tak seorangpun tak kenal Akio, ia adalah bintang kesuksesan.

Suatu hari Akio pun berkeliling kota dengan mobil barunya. Tiba-tiba dilihatnya sepasang suami-istri tua tengah berjalan di dalam derasnya hujan. Suami istri itu kelihatan lusuh dan tidak terawat. Akio pun penasaran dan mendekati suami istri itu dengan mobilnya dan ia mendapati bahwa suami istri itu adalah orang tua Ayumi.

Akio mulai berpikir untuk memberi pelajaran kepada kedua orang itu, tetapi hati nuraninya melarangnya sangat kuat. Akio membatalkan niatnya dan ia membuntuti kemana perginya orang tua Ayumi.

Akio sangat terkejut ketika didapati orang tua Ayumi memasuki sebuah makam yang dipenuhi dengan burung kertas. Ia pun semakin terkejut ketika ia mendapati foto Ayumi dalam makam itu. Akio pun bergegas turun dari mobilnya dan berlari ke arah makam Ayumi untuk menemui orang tua Ayumi.

Orang tua Ayumi pun berkata kepada Akio :
”Akio, sekarang kami jatuh miskin. Harta kami habis untuk biaya pengobatan Ayumi yang terkena kanker rahim ganas. Ayumi menitipkan sebuah surat kepada kami untuk diberikan kepadamu jika kami bertemu denganmu.”

Orang tua Ayumi menyerahkan sepucuk surat kumal kepada Akio.
Akio membaca surat itu.
“Akio, maafkan aku. Aku terpaksa membohongimu. Aku terkena kanker rahim ganas yang tak mungkin disembuhkan. Aku tak mungkin mengatakan hal ini saat itu, karena jika itu aku lakukan, aku akan membuatmu jatuh dalam kehidupan sentimentil yang penuh keputus-asaan yang akan membawa hidupmu pada kehancuran. Aku tahu tabiatmu Akio, karena itu aku lakukan ini. Aku mencintaimu Akio…. “

Setelah membaca surat itu, menangislah Akio. Ia telah berprasangka terhadap Ayumi begitu kejamnya. Ia pun mulai merasakan betapa hati Ayumi teriris-iris ketika ia mencemoohnya, mengatainya matre, kejam dan tak berperasaan. Ia merasakan betapa Ayumi kesepian seorang diri dalam kesakitannya hingga maut menjemputnya, betapa Ayumi mengharapkan kehadirannya di saat-saat penuh penderitaan itu. Tetapi ia lebih memilih untuk menganggap Ayumi sebagai orang matre tak berperasan. Ayumi telah berkorban untuknya agar ia tidak jatuh dalam keputusasaan dan kehancuran.

Sumber: Halal-kan aku ayah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar